Abu Merapi membawa berkah untuk juragan salak

Abu vulkanik Gunung Merapi hanya merusak dan tidak membunuh pohon salak. Pemulihan dengan menyiangi daun lebih efektif ketimbang mengganti pohon lama dengan yang baru. Hal tersebut disampaikan oleh Mardi Susanto (70), juragan kebun salak dari Dusun Demen, Pakembinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, sekitar 18 kilometer dari puncak Merapi.

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/11/14/1235438620X310.jpg

Menurutnya, bertani salak adalah sumber pendapatan utama. Ia memiliki tanah seluas 1.300 meter persegi di dekat rumahnya dan 4.000 meter persegi di Turi. Semuanya ditanami salak.

Di Demen ada 300 pohon dan 900 pohon di Turi. Letusan Merapi beberapa waktu lalu tidak sampai mengenai kebun salaknya. Namun, ladang salak milik warga lain yang lebih dekat dari puncak Merapi, banyak yang hancur.

"Kalau mengganggu panen, iya. Namun pohon hanya rusak. Pelepah patah karena terbebani abu. Pohonnya sendiri tetap hidup. Kalau pelepah yang patah dipangkas, akan tumbuh tunas baru," terang Mardi.

"Jelas butuh waktu, tetapi relatif lebih cepat ketimbang mengganti dengan yang baru. Dengan abu vulkanik mudah-mudahan akan lebih bagus," lanjutnya, mengharap berkah dari abu Merapi.

Dijelaskan, pada umumnya dan dalam keadaan normal, sejak tanam sampai panen pertama, salak membutuhkan waktu satu sampai tiga tahun. Setelah itu, satu pohon salak bisa dipanen setiap lima sampai enam bulan.

Setiap satu pohon, berisi tiga atau empat tandan, yang beratnya bisa mencapai tiga kilogram per tandan. Dikatakan juga, jarak tanam antar pohon idealnya 2-2,5 meter.

"Jarak pohon bisa semakin pendek karena pohon beranak, sehingga satu titik bisa ditumbuhi dua atau tiga pohon. Kalau saya, saya biarkan," ujarnya. Dalam setahun, ada dua musim panen besar salak, yaitu sekitar Desember dan sekitar Juni.

"Dengan rekayasa, petani bisa tetap panen salak setiap tiga atau lima hari sekali. Hasilnya lebih sedikit, tetapi harga jualnya lebih tinggi. Dalam sepekan, saya dua kali panen, yang masing-masing kurang lebih 50 kilogram," tukasnya.

Pada musim panen, harga salak dua ribu rupiah per kilogram. Namun, di luar itu, harga salak bisa naik sampai dua kali lipat. "Hari Lebaran kemarin, saya menjual Rp 10.000 per kilogram. Ada juga yang menjual sampai Rp 15.000," katanya.

Bulan November ini, disebut Mardi, sudah memasuki masa panen. Namun, karena Merapi merusak banyak lahan, harganya akan lebih tinggi dibanding musim panen reguler.

Mardi mengaku pernah menghitung, beberapa tahun lalu, total panen salaknya, mencapai tiga ton dalam setahun. "Kalau mau hitung persis agak sulit. Butuh waktu. Yang jelas bisa untuk hidup dan menyekolahkan tiga anak saya sampai lulus jadi sarjana," akunya.

Meski tak mencederai kebun salaknya, aktivitas Merapi memaksa Mardi, istri, dan anak-anaknya mengungsi. Ia mengungsi setelah Merapi meletus pada 5 November lalu. Menurutnya, ia sempat mengungsi ke sejumlah tempat dan kini berada di rumah kenalannya di Cebongan.(Kompas)
SHARE

Milan Tomic

Hi. I’m Designer of Blog Magic. I’m CEO/Founder of ThemeXpose. I’m Creative Art Director, Web Designer, UI/UX Designer, Interaction Designer, Industrial Designer, Web Developer, Business Enthusiast, StartUp Enthusiast, Speaker, Writer and Photographer. Inspired to make things looks better.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar:

buat anak kok coba coba mengatakan...

follow gua dong gan,www.broeda.blogspot.com